AZAZ DAN COMUNITY DEVELOPMENT
(Tugas Pengembangan
Masyarakat)
Oleh
Nasrulloh Zein
Maksum
1414121162
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2016
AZAZ DAN COMMUNITY DEVELOPMENT
Pengembangan masyarakat
(community development) sebagai sebuah perencaan sosial perlu berlandaskan pada
asas-asas. Asas-asas yang digunakan dalam pengembangan masyarakat menurut teori
Ife (1995), yaitu (1) komunitas dilibatkan dalam setiap proses pengambilan
keputusan; (2) mensinergikan strategi komperhensif pemerintah, pihak-pihak
terkait (related parties) dan partisipasi warga; (3) membuka akses warga atas
bantuan profesional, teknis, fasilitas, serta insentif lainnya agar
meningkatkan partisipasi warga; (4) dan mengubah perilaku profesional agar
lebih peka pada kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas(Mardikanto,
2011).
A. Azaz Pengembangan Masyarakat
Asas pengembangan masyarakat
pada umumnya mengacu pada kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan utama.
1. Azas yang pertama yaitu komunitas dalam
setiap proses pengambilan keputusan.
Sebagai sebuah metode
pekerjaan sosial, pengembangan masyarakat menunjuk pada interaksi aktif antara
pekerjaan sosial dan masyarakat dengan mana mereka terlibat dalam proses
perencanaan , pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi suatu program pembangunan
kesejahteraan sosial (PKS) atau usaha kesejahteraan sosial (UKS) (Suharto,
2005).
2. Membuka akses warga atas bantuan
professional, teknis, fasilitas, insentif lain untuk meningkatkan partisipatif
warga(Suharto, 2005).
3. Mensinergikan strategi komperensif
pemerintah, pihak terkait dan partisipasi warga(Moh. Ali, 2005).
4. Mengubah perilaku professional agar lebih
peka pada kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas.
Pengembangan masyarakat lokal
pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat
yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja sosial membantu meningkatkan
kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan – tujuan
yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal lebih berorientasi pada “tujuan
proses” (process goal) dari pada tujuan tugas atau tijuan hasil (task or
product goal) (Suharto, 2005).
B. Prinsip Pengembangan
Masyarakat
Prinsip-prinsip pengembangan
masyarakat berdasarkan PBB (1975):
1. Kegiatan yang dilaksanakan harus berhubungan
dengan kebutuhan dasar dari masyarakat.
2. Kemajuan lokal dapat dicapai melalui
upaya-upaya program multi tujuan.
3. Perubahan sikap orang-orang sama pentingnya
dengan kemajuan material dari program masyarakat.
4. Pengembangan masyarakat mengarah pada
partisipasi orang-orang yang meningkat dan lebih baik dalam masalah-masalah
masyarakat, revitalisasi bentuk yang ada dari pemerintah lokal yang efektif
apabila hal tersebut belum berfungsi.
5. Identifikasi, dorongan semangat, dan
pelatihan pemimpin lokal harus menjadi tujuan dasar setiap program.
6. Kepercayaan terhadap wanita dan kaum muda
akan memperkuat program pembangunan.
7. Proyek swadaya masyarakat memerlukan dukungan
intensif dan ekstensif dari pemerintah.
8. Penerapan program dalam skala nasional
membutuhkan pengadopsian kebijakan yang konsisten.
9. Sumberdaya dalam bentuk organisasi
non-pemerintah harus dimanfaatkan penuh dalam program-program pengembangan
masyarakat pada tingkat lokal, nasional, dan internasional.
10. Kemajuan ekonomi dan sosial pada tingkat
lokal mensyaratkan pembangunan yang paralel di tingkat nasional.
Pengembangan masyarakat
bertujuan untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat melalui keterlibatan
warga masyarakat dan didasarkan kepada kekuatan yang dimiliki warga masyarakat.
Oleh karena itu, menurut Ife (1995) ada 22 (dua puluh dua) prinsip dalam
pengembangan masyarakat, beberapa prinsip yang mendasar yaitu:
1. Pembangunan terpadu dan seimbang
Pembangunan masyarakat pada dasarnya
harus mencakup pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial, kultural,
lingkungan dan personal atau spiritual.
2. Konfrontasi terhadap ketimpangan struktural
Pembangunan masyarakat harus
mampu merubah adanya ketimpangan kelas maupun ketimpangan gender dalam rangka
mewujudkan keadilan sosial bagi masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan
masyarakat perlu diupayakan.
3. Menjunjung tinggi hak asasi manusia
Dalam rangka menjamin hak
asasi manusia, maka perlu adanya aturan atau regulasi yang memberikan
perlindungan dan pengakuan terhadap hak asasi manusia. Hak-hak yang perlu
diperhatikan oleh pemerintah adalah pemenuhan tiap standard kehidupan, hak
mendapatkan pendidikan, hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan kultural
komunitasnya, hak untuk berkembang secara mandiri dan hak untuk mendapatkan
perlindungan keluarga.
4. Keberlanjutan
Dua aspek penting dalam rangka
mewujudkan keberlanjutan pembangunan adalah pentingnya pembangunan tersebut
memperhatikan dimensi keseimbangan ekologis dan keadilan sosial. Dalam konteks
keseimbangan ekologis, pembangunan masyarakat ditujukan pada upaya meminimalkan
ketergantungan terhadap sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan
menggantikannya dengan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Di sisi lain, peminimalan
terhadap polusi lingkungan dan konservasi terhadap sumber-sumber daya alam
menjadi issue utama dari pendekatan ekologis ini. Sementara pada asas keadilan
sosial, distribusi pendapatan yang proporsional dari negara terhadap warga
negaranya menjadi issue yang perlu dikedepankan.
5. Pemberdayaan
Konsep pemberdayaan menjadi
basis utama dalam pembangunan
masyarakat. Pemberdayaan memiliki makna membangkitkan sumber daya, kesempatan,
pengetahuan dan keterampilan mereka untuk meningkatkan kapasitas dalam
menentukan masa depan mereka. Konsep utama yang terkandung dalam pemberdayaan
adalah bagaimana memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk
menentukan sendiri arah kehidupan dalam komunitasnya.
6. Pembangunan personal dan politik
Pembangunan masyarakat pada
hakekatnya perlu untuk menyeimbangkan hubungan antara personal dan politik,
individu dan struktur maupun personal privat dan publik. Persoalan-persoalan
dalam masyarakat seperti pengangguran, perdagangan bebas, asuransi kesehatan,
pembangunan industri perlu diakomodasi sebagai obyek dari pembangunan
masyarakat.
7. Pemilikan komunitas
Pemilikan komunitas mencakup
dua level, yaitu kepemilikan pada sebuah benda material dan kepemilikan pada
struktur serta proses. Benda material mencakup tanah, bangunan dan beberapa hal
lain yang dimiliki individu. Perluasan pemilikan komunitas menjadi aspek
penting dalam membangun komunitas, dapat mendorong tumbuhnya rasa memiliki
terhadap identitas komunitas, dapat memberi akan alasan bagi seseorang untuk menjadi
aktif terlibat dalam setiap level komunitas dan dapat mendorong penggunaan
sumber daya secara lebih efisien. Pemilikan terhadap struktur dan proses
merupakan aspek lain dari pemilikan komunitas. Hal tersebut dibutuhkan untuk
melakukan kontrol terhadap sesuatu seperti penyampaian pelayanan kesehatan,
pendidikan, pembuatan keputusan tentang aktivitas lokal, perumahan, pembangunan
lokal dan sebagainya. Dalam konteks ini, desentralisasi menjadi hal yang
essensial. Oleh karena itu, pembangunan masyarakat haruslah difokuskan pada
upaya untuk memberikan stimulasi dan mendukung kontrol dan pemilikan komunitas
melalui pengembangan sumber daya, keterampilan dan kepercayaan diri serta
tanggung jawab.
8. Kemandirian
Kemandirian memiliki makna
bahwa komunitas seharusnya mendayagunakan sumber-sumber daya yang ada dengan
kekuatan sendiri dan tidak bergantung pada pihak eksternal. Kemandirian
komunitas akan sangat bermanfaat dalam menghadapi ketidakpastian dan krisis.
Oleh karena itu, pembangunan masyarakat seharusnya diupayakan untuk penguatan
kemandirian komunitas.
9. Independen dari negara
Hal ini tidak berarti bahwa
dukungan pemerintah tidak perlu diterima. Dukungan pemerintah sangat diperlukan
untuk memulai proses pembangunan masyarakat. Setelah tahap itu, maka inisiatif
dan kreativitas dalam melaksanakan pembangunan harus diserahkan kepada
pemerintah.
10. Tujuan dekat (antara) dan visi akhir jangka
panjang
Dalam pembangunan masyarakat
adalah sangat penting dan essensial untuk menjaga keseimbangan antara tujuan
dekat dan tujuan akhir jangka panjang. Hal ini selaras dengan prinsip ekologis
dan prinsip keadilan sosial seperti yang telah diuraikan di muka. Dalam konteks ini, memiliki makna bahwa
meskipun dalam jangka pendek pembangunan harus diupayakan pada terwujudnya
keadilan sosial, namun dalam jangka panjang pembangunan mesti memperhatikan
aspek keseimbangan lingkungan agar hasil pembangunan dapat terus berkelanjutan
11. Pembangunan organis
Pembangunan organis pada
dasarnya menjadi suatu konsep yang berlawanan dengan pembangunan yang bersifat
mekanistik. Oleh karena itu, pembangunan komunitas tidak diperintahkan dengan
teknik yang sifatnya sedehana, akan tetapi melalui proses yang kompleks dan
dinamis. Pembangunan organis memiliki arti upaya untuk membangun melalui
pemahaman hubungan yang sifatnya kompleks antara komunitas dengan
lingkungannya. Hal ini seperti pendekatan kabutuhan secara holistik daripada
perspektif linear.
12. Tahapan pembangunan
Konsekuensi logis dari konsep
pembangunan organis adalah adanya suatu keharusan bahwa suatu proses
pembangunan harus melalui beberapa tahapan. Dengan demikian, pembangunan
masyarakat memerlukan proses waktu yang lama, sebab ia lebih mengutamakan
keaktifan dari partisipasi komunitas. Hal inilah yang seringkali membuat
frustasi para pelaksana/ pekerja, para birokrasi pembangunan terutama bagi
mereka yang ingin segera melihat hasilnya. Situasi demikian seringkali menjadi
alasan mengapa para birokrat untuk menentukan cara pendekatan dalam pembangunan
masyarakat harus membutuhkan waktu yang relatif lama.
13. Bebas dari tekanan luar
Pembangunan masyarakat tidak
akan berjalan dengan baik, ketika ada tekanan-tekanan dari pihak eksternal.
Oleh karena itu, pembangunan masyarakat haruslah dibangun secara murni oleh komunitas
itu sendiri dengan memperhatikan sensivitas terhadap budaya komunitas lokal,
tradisi dan lingkungan. Perspektif pembangunan masyarakat membutuhkan
komunikasi yang bersifat horizontal (belajar dari sesama komunitas, tidak dari
tekanan luar), pertanggungjawaban terhadap komunitas dan pengakuan adanya
keberagaman.
14. Pembangunan komunitas
Semua pembangunan masyarakat
seharusnya bertujuan untuk membangun komunitas. Pembangunan komunitas meliputi
semua interaksi sosial dengan komunitas dan membantu mereka untuk
mengkomunikasikan apa yang menjadi jalan untuk menuju dialog yang murni,
pemahaman dan aksi sosial. Pendek kata, pembangunan komunitas memiliki makna
membangun masyarakat secara bersama-sama. Oleh karena itu, proses berkelompok,
inklusivitas, membangun rasa saling percaya diri, dan membangun semangat
bersama untuk mencapai tujuan sangat penting dalam membangun komunitas.
15. Proses dan hasil
Penekanan pada proses dan
hasil menjadi issue utama dalam kerja komunitas. Pendekatan pragmatis cenderung
hanya akan melihat hasil, sehingga bagaimana upaya untuk memperoleh hasil
tersebut tidaklah begitu penting. Namun demikian, pandangan ini kemudian
ditentang oleh berbagai pihak, karena proses dan hasil pada hakekatnya
merupakan dua hal yang saling berkaitan. Proses pada dasarnya harus
merefleksikan hasil, demikian juga hasil juga merupakan refleksi dari proses.
Dalam konteks ini, moral dan etika dalam memperoleh hasil akan menjadi pusat
perhatian.
16. Integritas proses
Integritas dalam proses akan
menjadi unsur penting dalam menentukan hasil dan tujuan. Proses bimbingan
sosial masyarakat mengandung dua unsur pokok yaitu perencanaan dan
pengintegrasian masyarakat yang dapat memperlancar penumbuhan kesadaran akan
loyalitas kepada masyarakat dimana perorangan, peningkatan perasaan
tanggungjawab terhadap kondisi serta kedudukan masyarakat, permunculan
sikap-sikap yang memungkinkan kerja sama dengan orang-orang yang mempunyai
perbedaan dalam berbagai seginya, dan pertumbuhan nilai-nilai yang sama didalam
masyarakat secara keseluruhan (Soetarso, 1994: 39).
17. Anti kekerasan
Pada konteks ini, pembangunan
masyarakat menghendaki sebuah proses pendekatan yang anti kekerasan. Oleh
karena itu, pendekatan yang bersifat koersif ataupun pendekatan atau penekanan
terhadap sesama merupakan aspek-aspek yang mesti dihindari dalam konteks
pembangunan masyarakat.
18. Inklusif
Aplikasi prinsip inklusif
dalam pembangunan masyarakat membutuhkan proses adanya keterlibatan masyarakat
untuk mengambil bagian dalam proses pelaksanaan pembangunan. Proses pembangunan
haruslah bersifat terbuka dan memanjang aspirasi dari warga masyarakat.
19. Konsesus
Prinsip anti kekerasan dan
pendekatan inklusif memerlukan proses pembangunan masyarakat yang seharusnya
dibangun atas dasar konsesus dan keputusan konsesus tersebut seharusnya dibuat
untuk dapat diaplikasikan. Pendekatan konsesus pada hakekatnya didasarkan pada
persetujuan dari masyarakat dan hal 0ini merupakan konsekuensi dari prinsip
anti kekerasan dan inklutif. Dengan prinsip ini, diharapkan tidak ada
menganalisa dan alienasi dalam kehidupan masyarakat.
20. Kooperasi
Perspektif ekologis dan
pendekatan anti kekerasan kedua-duanya menekankan pada kebutuhan struktur yang
kooperatif daripada struktur yang kompetitif. Banyak dari struktur, proses dan
institusi masyarakat modern dibangun
atas dasar asumsi kompetisi yang baik, termasuk sistem pendidikan,
ekonomi, kesibukan, pekerjaan, seni, rekreasi dan pelayanan kesehatan.
Kooperasi mengasumsikan bahwa problem maupun masalah sosial yang dihadapi tidak
sekedar menjadi tanggungjawab dari komunitas itu sendiri, melainkan juga harus
diatasi bersama-sama dengan komunitas lain.
21. Partisipasi
Pembangunan masyarakat harus
selalu melihat partisipasi masksimal, dengan tujuan setiap orang dalam
komunitas dapat secara aktif berperan dalam kegiatan masyarakat. Prinsip
partisipasi yakni bertujuan mendorong tumbuhnya perubahan sikap dan perilaku
masyarakat yang kondusif untuk kemajuan, meningkatkan kualitas partisipatif
masyarakat dari sekedar mendukung, menghadiri, menjadi konstributor kegiatan
dakwah dan menyegarkan dan meningkatkan efektifitas fungsi dan peran pemimpin
lokal. Dalam hubungan sosial masyarakat, faktor yang esensi dari pengembangan
masyarakat adalah penumbuhan demokrasi partisipatif dari segenap masyarakat
padahal untuk menumbuhkan demokrasi tersebut mempersyaratkan adanya
desentralisasi dan pemerataan kekuasaan, persatuan yang dapat mendukung
keanekaragaman intern di dalam masyarakat, partisipasi dalam pertemuan dan
diskusi untuk menghasilkan konsesus yang sebenarnya, serta hak untuk menjadi
salah satu bagian mempengaruhi arah kehidupan sosial di dalam masyarakat.
22. Hak Komunitas Mendefinisak Kebutuhannya
Sendiri
Banyak cara konvensional untuk
mendefinisikan kebutuhan. Para penentu kebutuhan yaitu : para ahli, perencana,
dan pengelola pembangunan, konsultan, pekerja pengembangan komunitas dan
sejenisnya sering memiliki pandangan dan bahkan kepentingan tertentu dalam
menentukan kebutuhan komunitas. Itulah sebabnya terlalu sering terjadi dimana
perencanaan pembangunan mengandung bias para ahli (expert bias). Celakanya bias
ini selalu saja terulang.
Untuk mengatasi hal itu
sedapat mungkin proses penentuan kebutuhan dilaksanakan secara partisipatif
untuk mencapai konsensus antara para ahli penentu kebutuhan dengan komunitas.
Komunitas dimungkinkan mendefinisikan dan menyatakan kebutuhan yang mereka
rasakan. Disinal perlunya instrumen-instrumen perencanaan partisipatif .
Banyak metode yang telah
dikembangkan untuk perencanaan partisipatif tersebut, diantaranya : PRA
(Partisipatory rapid Apraisal), PLA (Partisipatory Action and Learning), OOPP
(Objective Oriented Project Planning) dan sejenisnya . Penggunaan metode dan
pendekatan perencanaan pembangunan partisipatif seperti ini hendaknya diutamakan dalam merencanakan
pengembangan komunitas daripada penggunaan metode dan pendekatan perencanaan
pembangunan konvensional.
Adapun strategi bimbingan
sosial masyarakat berdasarkan atas prinsip pemberdayaan agar proses
pengembangan masyarakat lebih efektif, langkah yang perlu dilakukan sebagai
berikut:
1) Mengindentifikasi, menamai masalah dan
isu-isu.
2) Menganalisis masalah dan mengidentifikasi
pelaku (analisis masalah)
3) Mengidentifikasi tujuan umum dan khusus.
4) Menyiapkan rencana tindakan yang secara rinci
berisi taktik, program, tugas dan proses mencapai tindakan.
5) Melaksanakan rencana tindakan.
6) Mengevaluasi seluruh proses dan rencana
tindakan dalam rangka membandingkan hasil yang ditetapkan dan hasil yang nyata.
7) Melaksanakan evaluasi dan pengendalian
(Kenny, 1994 : 13-115).
C. Metode dan Teknik
Pengembangan Masyarakat
1. Metodologi Pengembangan Masyarakat
Untuk menjangkau masyarakat
secara luas pendekatan yang digunakan oleh yaitu pembinaan melalui pembinaan sumberdaya
manusianya seperti pembinaan kelompok dan kader lokal.
a) Pembinaan melalui kelompok mempunyai beberapa kelebihan antara lain:
•Mempermudah pengorganisasian
•Memperlancar pencapaian
tujuan bersama
•Meningkatkan kerjasama dan
gotong-royong
b) Pembinaan kader lokal diharapkan membentuk
seseorang menjadi motivator, fasilitator dan katalisator bagi masyarakat
sendiri sehingga keberlanjutan kegiatan diharapkan dapat lebih terjamin.
2. Teknik dan Metode Lapangan
Masyarakat mempunyai
karakteristiknya masing-masing. Untuk itu ada beberapa teknik dan metode
pendekatan lapangan lain:
a) Participatori Rural Appraisal (PRA), teknik
ini merupakan kelanjutan dari RRA yang mengemas metode-metode pengembangan
masyarakat menjadi bagian dari metodenya.
b) Achievement Motivation Training (AMT), yaitu
latihan motivasi yang berdasarkan pada
prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa yang memperhatikan 3 aspek domain,
yaitu achievement, power dan psikomotorik.
c) Action-Research adalah sebuah metode untuk
menyadarkan masyarakat terhadap potensi dan masalah yang ada pada masyarakat.
d) Participatory Action Research adalah metode
penyadaran masyarakat terhadap potensi dan masalah yang dimiliki yang
menekankan pada keikutsertaan masyarakat pada kegiatan yang dilaksanakan.
e) Why tree dan problem tree merupakan metode
perencanaan dan evaluasi yang mempergunakan struktur analisis jaringan seperti
pohon. Teknik ini antara lain problem tree, solution tree dan sebagainya.
Selain metoda di atas,
terdapat beberapa metoda pemberdayaan masyarakat partisipatif. Antara lain
adalah sebagai berikut.
1. RRA (Rapid Rural Appraisal)
RRA merupakan metoda penilaian
keadaan desa secara cepat, yang dalam praktek, kegiatan RRA lebih banyak
dilakukan oleh “orang luar” dengan tanpa atau sedikit melibatkan masyarakat
setempat. Meskipun sering dikatakan sebagai teknik penelitian yang “cepat dan
kasar/kotor” tetapi RRA dinilai masih lebih baik dibanding teknik-teknik
kuantitatif klasik.
Sebagai suatu teknik
penilaian, RRA menggabungkan beberapa teknik yang terdiri dari:
a) Review/telaahan data sekunder, termasuk peta
wilayah dan pengamatan lapang secara ringkas
b) Oservasi/pengamatan lapang secara langsung
c) Wawancara dengan informan kunci dan lokakarya
d) Pemetaan dan pembuatan diagram/grafik
e) Studi kasus, sejarah lokal, dan biografi
f) Kecenderungan-kecenderungan
g) Pembuatan kuesioner sederhana yang singkat
h) Pembuatan laporan lapang secara cepat
Untuk itu, terdapat beberapa
prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
a) Efektivitas dan efisiensi, kaitannya dengan
biaya, waktu, dengan perolehan informasi yang dapat dipercaya yang dapat
digunakan dibanding sekadar jumah dan ketepatan serta relevansi informasi yang
dibutuhkan.
b) Hindari bias, melalui: introspeksi,
dengarkan, tanyakan secara berulang-ulang, tanyakan kepada kelompok termiskin.
c) Triangulasi sumber informasi dan libatkan Tim
Multi-disiplin untuk bertanya dalam beragam perspektif
d) Belajar dari dan bersama masyarakat
e) Belajar cepat melalui eksplorasi, cross-check
dan jangan terpaku pada bekuan yang telah disiapkan
2) PRA (Participatory Rural Appraisal)
PRA merupakan penyempurnaan
dari RRA. PRA dilakukan dengan lebih banyak melibatkan “orang dalam” yang
terdiri dari semua stakeholders dengan difasilitasi oleh orang-luar yang lebih
berfungsi sebagai narasumber atau fasilitator dibanding sebagai instruktur atau
guru yang menggurui.
Melalui PRA dilakukan
kegiatan-kegiatan:
a) Pemetaan-wilayah dan kegiatan yang terkait
dengan topik penilaian keadaan.
b) Analisis
keadaan yang berupa:
i. Kedaan masa
lalu, sekarang, dan kecenderungannya di masa depan
ii. Identifikasi
tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan alasan-alasan atau penyebabnya
iii. Identifikasi
(akar) masalah dan alternatif-alternatif pemecahan masalah
iv. Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
atau analisis strength, weakness, opportunity, and treat (SWOT) terhadap semua
alternatif pemecahan masalah
c) Pemilihan alternatif pemecahan masalah yang
paling layak atau dapat diandalkan (dapat dilaksanakan, efisien, dan diterima
oleh sistem sosialnya).
d) Rincian tentang stakeholders dan peran yang
diharapkan dari para pihak, serta jumlah dan sumber-sumber pembiayaan yang
dapat diharapkan untuk melaksanakan program/kegiatan yang akan
diusulkan/direkomendasikan(Soetarso,1994).
3) FGD (Focus Group Discussion) atau Diskusi Kelompok yang Terarah
Sebagai suatu metoda
pengumpulan data, FGD merupakan interaksi individu-individu (sekitar 10-30
orang) yang tidak saling mengenal dan oleh seorang pemandu (moderator)
diarahkan untuk mendiskusikan pemahaman dan atau pengalamannya tentang sesuatu
program atau kegiatan yang diikuti dan atau dicermatinya.
Sebagai suatu metoda
pengumpulan data, FGD dirancang dalam beberapa tahapan, yaitu:
a) Perumusan kejelasan tujuan FGD, utamanya
tentang isu-isu pokok yang akan dipercakapkan, sesuai dengan tujuan
kegiatannya.
b) Persiapan pertanyaan-pertanyaan yang akan
ditanyakan
c) Identifikasi dan pemilihan partisipan, yang
terdiri dari para pemangku kepentingan kegiatan terkait, dan atau narasumber
yang berkompeten.
d) Persiapan ruangan diskusi, termasuk
tata-suara, tata-letak, dan perlengkapan diskusi (komputer dan LCD,
papan-tulis, peta-singkap, kertas-plano, kertas meta-plan, spidol berwarna,
dll)
e) Pelaksanaan diskusi
f) Analisis data (hasil diskusi)
g) Penulisan laporan, termasuk lampiran tentang
transkrip diskusi, rekaman suara, foto, dll.
Tentang hal ini, Krueger
(1994)) menyampaikan adanya beberapa jenis pertanyaan yang harus disiapkan,
yaitu:
a) Pertanyaan pembuka, yang sebenarnya hanya
berfungsi sebagai penciran suasana (ice breaking), agar proses
interaksi/diskusi antar peserta dapat berlangsung lancar
b) Pertanyaan pengantar,
c) Pertanyaan transisi, yaitu pertanyaan tentang
isu pokok yang berfungsi untuk membuka wawasan partisipan tentang topik diskusi
d) Pertanyaan kunci, yang terdiri sekitar 5 isu
yang akan dikaji melalui FGD
e) Pertanyaan penutup, tentang catatan tambahan
yang ingin disampaikan oleh para peserta.
4) PLA (Participatory Learning and Action), atau
proses belajar dan praktek secara partisipatif
PLA merupakan bentuk baru dari
metoda pemberdayaan masyarakat yang dahulu dikenal sebagai “learning by doing”
atau belajar sambil bekerja. Secara singkat, PLA merupakan metoda pemberdayaan
masyarakat yang terdiri dari proses belajar tentang suatu topik, seperti
pesemaian, pengolahan lahan, perlindungan hama tanaman, dll. Yang segera
setelah itu diikuti aksi atau kegiatan riil yang relevan dengan materi
pemberdayaan masyarakat tersebut.
Melalui kegiatan PLA, akan
diperoleh beragam manfaat, berupa:
a) Segala sesuatu yang tidak mungkin dapat
dijaab oleh “orang luar”
b) Masyarakat setempat akan memperoleh banyak
pengetahuan yang berbasis pada pengalaman yang dibentuk dari lingkungan kehidupan
mereka yang sangat kompleks
c) Masyarakat akan melihat bahwa masyarakat
setempat lebih mampu untuk mengemukakan masalah dan solusi yang tepat dibanding
orang luar
d) Melalui PLA, orang luar dapat memainkan peran
penghubung antara masyarakat setempat dengan lembaga lain yang diperlukan.
Disamping itu, mereka dapat menawarkan keahlian tanpa harus memaksakan
kehendaknya.
Terkait dengan hal itu,
sebagai metoda belajar partisipatif, PLA memiliki beberapa prinsip sebagai
berikut:
a) PLA merupakan proses belajar secara
berkelompok yang dilakukan oleh semua stakeholders secara interaktif dalam
suatu proses analisis bersama
b) Multi perspective, yang mencerminkan beragam
interpretasi pemecahan masalah yang riil yang dilakukan oleh para pihak yang
beragam dan berbeda cara pandangnya
c) Spesifik lokasi, sesuai dengan kondisi para
pihak yang terlibat
d) Difasilitasi oleh ahli dan stakeholders
(bukan anggota kelompok belajar) yang bertindak sebagai katalisator dan
fasilitator dalam pengambil keputusan; dan (jika diperlukan) mereka akan
meneruskannya kepada pengambil keputusan
e) Pemimpin perubahan, dalam arti bahwa
keputusan yang diambil melalui PLA akan dijadikan acuan bagi
perubahan-perubahan yang akan dilaksanakan oleh masyarakat setempat.
5) SL atau Sekolah Lapang (Farmers Field
School)
Sebagai metoda pemberdayaan
masyarakat, SL/FFs merupakan kegiatan pertemuan berkala yang dilakukan oleh
sekelompok masyarakat pada hamparan tertentu, yang diawali dengan membahas
masalah yang sedang dihadapi, kemudian diikuti dengan curah pendapat, berbagi
pengalaman (sharing), tentang alternatif dan pemilihan cara-cara pemecahan
masalah yang paling efektif dan efisien sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki.
6) Pelatihan Partisipatif
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat
harus diawali dengan “scopping” atau penelusuran tentang program pendidikan
yang diperlukan dan analisis kebutuhan atau “need assesment”. Untuk kemudian
berdasarkan analisis kebutuhannya, disusunlah programa atau acara pemberdayaan
masyarakat yang dalam pendidikan formal (sekolah) disebut dengan silabus dan
kurikulum, dan perumusan modul/lembar persiapan fasilitator pada setiap
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.
Berbeda dengan kegiatan
pelatihan konvensional, pelatihan partisipatif dirancang sebagai implementasi
metoda pendidikan orang dewasa (POD), dengan ciri utama:
a) Hubungan instruktur/fasilitator dengan
peserta didik tidak lagi bersifat vertikal tetapi bersifat lateral/horizontal
b) Lebih mengutamakan proses daripada hasil,
dalam arti, keberhasilan pelatihan tidak diukur dari seberapa banyak terjadi
alih-pengetahuan, tetapi seberapa jauh terjadi interaksi atau diskusi dan
berbagi pengalaman (sharing) antara sesama peserta maupun antara fasilitator
dan pesertanya(Ife, 1996).
DAFTAR PUSTAKA
Ife, Jim. 1996. Community Development: Creating Community
Alternatives Vision. Analisysis and Practice. Melbourne. Longman.
Kenny, S. 1994. Developing Communities For The Future
Development The Australia. Nelson
Australia Prelimited Canbera. Australia.
Mardikanto, Totok.
2011. Pemberdayaan Masyarakat.
Surakarta. UNS Press
Moh. Ali Aziz.
2005. Dakwah Pengembangan Masyarakat.
Gramedia. Jakarta.
Soetarso. 1994. Praktek Pekerjaan Sosial Dalam Pembangunan
Masyarakat. Koperasi Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial. Bandung
Suharto, Edi, Ph.D. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika Aditama. Bandung.
No comments:
Post a Comment