PENGENDALIAN NABATI PENYAKIT TANAMAN
PEMBUATAN EKSTRAK DAN SUSPENSI PESTISIDA NABATI UNTUK
APLIKASI LAPANG SERTA PENGUJIAN SECARA IN PLANTA
(Laporan
Praktikum Pengendalian Penyakit Tanaman)
Oleh
Nasrulloh Zein Maksum
1414121162
Kelompok 8
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Simptomatologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala (symptom) penyakit pada tumbuhan.
Pada umumnya tumbuhan yang sakit akan menunjukkan gejala yang khas dan dengan
mudah gejala tersebut dapat dilihat dengan mata tanpa alat bantu. Yang dimaksud
gejala penyakit yaitu kelainan atau penyimpangan dari keadaan normal yang
ditunjukkan oleh tanaman sebagai akibat dari adanya gangguan penyebab
penyakitnya, apakah disebabkan oleh mikoorganisme patogenik, virus ataukah oleh
penyebab penyakit abiotik segingga akan lebih memudahkan dalam langkah –
langkah yang tepat untuk melakukan usaha – usaha pengendalian penyakit (Sukamto,
1998).
Pestisida
digunakan dalam mengendalikan organisme pengganggu dalam bidang
pertanian. Pestisda yang ramah lingkungan adalah
pestisida nabati dengan memanfaatkan mikroorganisme berupa jamur. Seperti yang kita ketahui jumlah
mikroba di alam sekitar sangat besar dan komplek. Beratus- ratus spesies
berbagai mikroba menghuni bermacam-macam bagian tanah, tumbuhan, makanan,
termasuk tubuh kita. Sebagai contoh, sekali bersin dapat menyebarkan
beribu-ribu mikroorganisme. Satu tinja dapat mengandung jutaan bakteri (Semangun,2000).
Pada pengendalian hayati jamur berperan sebagai agen
pengendalian. Begitu banyak jenis jamur,
sehingga jamur memiliki kingdom tersendiri yaitu Kingdom Fungi. Trichoderma diketahui
me-miliki kemampuan antagonis terhadap cendawan patogen. Trichoderma mudah
ditemukan pada ekosistem tanah dan akar Cendawan ini adalah mikro-organisme
yang menguntungkan (Agrios,1996).
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukanya praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui cara
pembuatan ekstrak dan suspensi pestisida nabati untuk aplikasi di lapangan.
II. METODOLOGI
PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada
tanggal 11 Mei 2016 di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, pada pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah pisau, timbangan, sendok makan, beaker glass 1000 ml,
nampan, dan kapas.
Sedangkan bahan yang digunakan
adalah Pucuk Chromolaena odorata, diterjen,
minyak tanah, air, biakan murni Collectotrichum
capsici, dan buah cabai
2.3 Cara Kerja
Dilakukan pembuatan
ekstrak,yang pertama disiapkan dan dipotong 100 gr pucuk C. odorata lalu dimasukan
kedalam beaker glass dan ditambahkan 100 ml air dan direndam selama 24 jam.
Setelah itu dilakukan pembuatan suspensi yaitu, diambil 100 ml air rendaman C. odorata ditambahkan 1000 ml air lalu
ditambahkan diterjen dan minyak tanah dengan ketentuan 1 sendok makan untuk 14
liter air. Disemprotkan suspensi pestisida nabati tersebut ke buah cabai yang
telah diinokulasi dengan biakan C. capsici. buah cabai disimpan pada nampan yang berisi
kapas basah lalu ditutup dengan plastic wrap. Diamati perkembangan
penyakit dan diukur diameter gejala serangan baik
diameter horizontal maupun vertikal.
Pengukuran dilakukan selama 15 hari dengan interval 3 hari sekali. Dibandingkan pengukuran diameter gejala
serangan tersebut pada buah yang tidak diaplikasikan C.
odorata.
III. HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan dari
praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
No.
|
Pengamatan hari
ke-
|
Foto
|
Diameter (cm)
|
Rerata
|
|
Horizontal
|
Vertikal
|
||||
1.
|
5
|
Kontrol
|
U1 = 0,4
U2 = 0,5
U3 = 0,4
U4 = 0,6
U5 = 0,7
|
U1 = 0,4
U2 = 0,6
U3 = 0,4
U4 = 0,9
U5 = 0,8
|
U1 = 0,4
U2 = 0,55
U3 = 0,4
U4 = 0,75
U5 = 0,75
|
|
U1 = 0,3
U2 = 0,4
U3 = 0,4
U4 = 0,3
U5 = 0,4
|
U1 = 0,3
U2 = 0,3
U3 = 0,4
U4 = 0,3
U5 = 0,3
|
U1 = 0,3
U2 = 0,35
U3 = 0,4
U4 = 0,3
U5 =0,35
|
||
2.
|
8
|
Kontrol
|
U1 = 0,5
U2 = 0,5
U3 = 0,5
U4 = 0,7
U5 = 1,2
|
U1 = 0,5
U2 = 0,7
U3 = 0,5
U4 = 1,6
U5 = 1,0
|
U1 = 0,5
U2 = 0,6
U3 = 0,5
U4 = 1,15
U5 = 1,1
|
|
|
|
U1 = 0,4
U2 = 0,3
U3 = 0,3
U4 = 0,4
U5 = 0,4
|
U1 = 0,5
U2 = 0,4
U3 = 0,4
U4 = 0,5
U5 = 0,4
|
U1 = 0,45
U2 = 0,35
U3 = 0,35
U4 = 0,45
U5 = 0,4
|
3.
|
12
|
Kontrol
|
U1 = 0,6
U2 = 0,8
U3 = 0,8
U4 = 1,0
U5 = 1,0
|
U1 = 1,4
U2 = 1,9
U3 = 1,9
U4 = 2,6
U5 = 2,0
|
U1 = 1
U2 = 1,35
U3 = 1,35
U4 = 1,8
U5 = 1,5
|
|
U1 = 0,7
U2 = 1,6
U3 = 1,0
U4 = 1,8
U5 = 2,0
|
U1 = 1,8
U2 = 3,0
U3 = 1,7
U4 = 2,2
U5 = 3,2
|
U1 = 1,25
U2 = 2,3
U3 = 1,35
U4 = 2
U5 = 2,6
|
3.2 Pembahasan
Pestisida
nabati adalah ramuan alami pembasmi hama yang bahan-bahan aktifnya berasal dari
alam seperti ekstrak tanaman tertentu yang sudah diketahui efek positifnya
dalam membasmi hama tertentu. Pestisida nabati mulai diminati oleh petani,
mengingat semakin tingginya harga pestisida kimiawi. Selain itu, gerakan
go-organic yang terus digaungkan menarik minat petani, praktisi dan akademisi
pertanian untuk menemukan berbagai ramuan alami yang efektif mengusir patogen
penyakit (Semangun, 2000).
Kelebihan
Pestisida Nabati
1. Teknologi pembuatannya lebih mudah dan murah,
sehingga memungkinkan untuk dibuat sendiri dalam skala rumah tangga.
2. Pestisida nabati tidak menimbulkan efek
negatif bagi lingkungan maupun terhadap makhluk hidup, sehingga, relatif aman
untuk digunakan.
3. Tidak beresiko menimbulkan keracunan pada
tanaman, sehingga, tanaman yang diaplikasikan pestisida nabati jauh lebih sehat
dan aman dari pencemaran zat kimia berbahaya.
4. Tidak menimbulkan resistensi (kekebalan) pada
hama. Dalam artian pestisida nabati aman bagi keseimbangan ekosistem.
5. Hasil petanian yang dihasilkan lebih sehat
serta terbebas dari residu pestisida kimiawi (Mujim, 2009).
Kelemahan
Pestisida Nabati
1. Daya kerja pestisida nabati lebih lambat,
tidak bisa terlihat dalam jangka waktu yang cepat.
2. Pada umumnya tidak membunuh langsung hama
sasaran, akan tetapi hanya bersifat mengusir dan menyebabkan hama menjadi tidak
berminat mendekati tanaman budidaya.
3. Mudah rusak dan tidak tahan terhadap sinar
matahari.
4.
Daya simpan relatif pendek, artinya
pestisida nabati harus segera digunakan setelah proses produksi. Hal ini
menjadi hambatan tersendiri bagi petani untuk mendapatkan pestisida nabati
instan ataupun untuk memproduksi pestisida nabati untuk tujuan komersil.
5. Perlu dilakukan penyemprotan yang
berulang-ulang. Hal ini dari sisi ekonomi tentu saja tidak efektif dan efisien
(Djojosumarto, 2004).
C. odorata adalah gulma siam yang masuk ke dalam golongan
tumbuhan terna pemanjat semusim yang dapat tumbuh dua sampai tiga meter pada
tempat terbuka dan dapat mencapai dua puluh meter apabila tumbuh memanjat pada
pohon. Gulma ini dinyatakan sebagai gulma penting karena jumlahnya/kelimpahannya
sangat besar. Tanaman ini mengandung
senyawa metabolik sekunder yang mampu memberikan efek kronik pada nematoda
parasit (Radhopolus similis), dan
beberapa jenis serangga seperti rayap, Sitophilus
zeamais, Prostephanus truncatus, Plutella xylostella, Spodoptera litura, dan
Spodoptera exigua. Pemanfaatan C. odorata sebagai pestisida nabati
telah dimulai pada beberapa hama antara lain pada ordo Lepidoptera, Coleoptera,
Hemiptera dan Isoptera. Variasi aktivitasnya bisa berupa efek insektisidal atau
repelen tergantung spesies hamanya. Adanya efek biocidal dari ekstrak C. odorata diduga karena peran dari satu
atau beberapa senyawa-senyawa yang terkandung dalam C. odorata. Dari isolasi gulma ini berhasil ditemukan sejumlah
alkohol, flavononas, flavonas, khalkones, asam aromatik dan minyak esensial.
Minyak esensial dari daun gulma ini diduga dapat menimbulkan efek pestisidal
dan nematisidal.
Ditemukan
juga sejenis alkaloid yang disebut Pyrolizidine
Alkaloids (PAs), yang dalam kaitannya dengan serangga, PAs ini berfungsi sebagai penghambat makan dan insektisidal. Selain
itu secara umum juga sebagai repelen bagi hewan yang tidak teradaptasi dengan
senyawa tersebut (PAs) dan sebagai
alat proteksi bagi tanaman yang memproduksinya. PAs mempunyai peran yang lebih kompleks dibanding dengan senyawa
lain yang dikandung oleh C. odorata,
sehingga kajian tentang PAs ini sudah lebih komprehensif dan maju (Mahfud,
1998).
Keunggulan
dari gulma siam adalah proses pembuatan pestisida dari gulma siam adalah gulma
siam mengandung bahan alkaloid (Pas) yang berfungsi menghambat makan serangga
dan sebagai racun serangga. C. odorata, memiliki
senyawa yang komplek untuk mengendalikan beberapa hama dan penyakit tanaman,
dan kefektivitasan dari C. odorata, sudah teruji oleh para ahli ptoteksi tanaman
di Indonesia.Kenggulan lainya adalah ketika membuat pestisida nabati dari gulma
siam tidak memerlukan biaya yang mahal, zat yang ada pada pestisida ini dapat
digabung dengan pestisida lain, ramah lingkungan,produk bebas dari racun dan
mudah didapat. Sedangkan kelemahanya
adalah C. odorata tanaman lokal
daerah,tidak semua daerah terdapat jenis tanaman ini,jadi tanaman ini agak
susah didapatkan, selain itu reaksi dari pestisida ini tidak secepat pestisida
sintetis (Agrios, 1996).
Klasifikasi
Collectotrichum
capsici
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Sodariomycetes
Ordo : Phyllachorales
Famili : Phyllachoraceae
Genus : Colletotrichum
Spesies : Colletotrichum capsici
Jamur
Colletotrichum capsici ini mempunyai ciri morfologi yang struktur tubuhnya
sangat kecil dan hidupnya sebagai parasit obligat merupakan sifat jamur yang
hanya dapat hidup pada inangnya saja, serta mempunyai habitat yang sangat luas
penyebarannya sampai keseluruh bagian tumbuhan.
Konidia Colletotrichum capsici berwarna abu-abu keputihan, melengkung
seperti bulan sabit dan berakhir meruncing pada kedua ujungnya. Gejala pada cabai yang terserang jamur
Gloesporium piperatum yaitu buah berbentuk cekung dan terdapat bintik-bintik
hitam pada pinggiran buah. Sedangkan gejala yang ditimbulkan oleh cabai yang
terserang jamur Colletothricum capsici adalah terdapat bintik-bintik hitam
dibagian tengah buah (Djojosumarto, 2004).
Dari praktikum yang telah
dilakukan telah didapatkan data pengukuran pengamatan, hal ini memperlihatkan
bahwa diameter C. capsici. yang
diberikan perlakuan penyemprotam dengan
suspensi gulma siam ( Chromolaena odorata) lebih kecil
dibandingkan dengan diameter C. capsici yang tidak diberikan
perlakuan penyemprotan suspensi gulma
siam ( Chromolaena odorata), hal ini membuktikan bahwa gulma siam ( Chromolaena odorata) dapat menekan
pertumbuhan patogen penyakit tanaman. Zat yang terkandung dalam gulma siam
( Chromolaena
odorata ) dapat menekan patogen melalui hiperparasit,kompetisi makanan dan
antibiosis. Selain itu gulma siam dapat menekan pertumbuhan patogen Collectotrichum capsici karena didalam
gulma siam terdapat senyawa Pyrolizidine
Alkaloids
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan
dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pestisida
nabati dari gulma siam dapat menekan pertumbuhan patogen Collectotrichum capsici karena didalam gulma siam terdapat senyawa Pyrolizidine Alkaloids
2. Cara membuat
suspensi pestisida nabati yaitu dengan mencampur ekstrak C. odorata dengan bahan
perekat seperti deterjen dan ditambahkan minyak tanah agar lebih merata dan
dapat diaplikasikan kelapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios,G.N.1996. Ilmu
Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Djojosumarto, Panut. 2004. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian.
Kanisius. Yogyakarta
Mahfud, M.C., E. Korlina, A. Budijono, M, Soleh dan A.
Surjadi. 1998. Uji Aplikasi Komponen PHT
untuk mengendalikan penyakit karat daun. Laporan pengkajian Bagian Proyek
Penelitian Tanaman Perkebunan. Bogor.
Mujim, Subli. Dasar-Dasar
Ilmu Penyakit Tumbuhan (Buku Ajar). 2009. Bandarlampung. Universitas
lampung.
Semangun.2000 . Penyakit-penyakit
Tanaman Hortikutura di Indonesia. Gadjah Mada University Press.
Sukamto. S. 1998. Pengelolaan
Penyakit Tanaman kopi. Kumpulan Materi Pelatihan. Bandarlampung.
Universitas lampung.
LAMPIRAN
No comments:
Post a Comment