PENGENALAN GEJALA DAN TANDA PENYAKIT
(Tanaman Hortikultura)
(Laporan Praktikum
Bioekologi Penyakit Tumbuhan)
Oleh
Nasrulloh Zein Maksum
1414121162
Kelompok 5
LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman merupakan suatu tumbuhan yang sengaja dibudidayakan oleh manusia
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan demi keberlangsungan
hidupnya. Manusia membudidayakan
tumbuhan tidak hanya satu jenis, tetapi terdapat banyak jenis tumbuhan. Contohnya yaitu kopi, padi, sawi, pisang,
karet dan lain-lain. Tanaman tidak akan pernah lepas dari pada suatu penyakit,
penyakit itu sendiri mempunyai bermacam-macam sifat dan dampak yang
ditimbulkan. Gejala adalah keadaan penyakit yang merupakan
perwujudan dari reaksi fisiologis dari tanaman terhadap kegiatan yang bersifat
merusak yang disebabkan pathogen. Setiap penyakit
pada tanaman tertentu akan memberikan gejala khusus, yang biasanya timbul dalam
suatu rangkaian selama terjadinya penyakit. Gejala yang dapat diamati secara
langsung disebut juga gejala morfologis. Gejala ini dapat dilihat dengan mata tanpa
bantuan alat, atau juga dapat dirasa, dibaui, diraba. Sedangkan gejala yang hanya diamati
dengan bantuan alat seperti mikroskop disebut sebagai gejala histologist.
Penyebab
penyakit dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu biotik atau parasit dan
abiotik atau non parasit. Biotik yaitu penyebab penyakit yang sifatnya menular
atau infeksius, msalnya jamur, bakteri, nematoda, mycoplasma dan tanaman tinggi
parasitik. Abiotik yaitu penyebab penyakit yang sifatnya tidak menular atau non
infeksius. Penyakit-penyakit karena penyebab abiotik sering disebut penyakit
fisiologis/fisiogenis, sedangkan patogennya disebut fisiopath. Fisiopath
tersebut antara lain kondisi cuaca yang tidak menguntungkan, kondisi tanah yang
kurang baik, dan kerusakan karena mekanik dan zat-zat kimia.
Gejala morfologis ada tiga macam yaitu: nekrosa,
hipoplasia,
hyperplasia. Nekrosa adalah gejala penyakit yang disebabkan oleh protoplas
yang diikuti oleh kematian sel jaringan, organ dan seluruh tanaman.
Gejala nekrotik yang timbul
sebelum kematian protoplas disebut plesionekrotik. Ada
tiga gejala yang termasuk dalam plesionekrotik yaitu menguning (yellowing),
layu (wilting), dan hidrosis (adanya jaringan yang Nampak bening). Gejala nekrotik
yang ada setelah kematian protoplas disebut holonekrotik. Gejala holonekrotik
dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan tempat terjadinya, yaitu pada organ bahan
penyimpanan (buah, biji, umbi dan akar). Pembusukan yang terjadi bersifat lunak
atau basah disebut gejala bocor (leak), sedangkan yang kering disebut mumifikasi.
Nekrosa pada jaringan tanaman yang hijau misalnya rebah kecambah (damping
off), bercak (spot), bintik kecil (fleck), nekrotik pada
batang dan tulang daun ( streak), nekrosa tanpa batas yang jelas karena
kematian yang cepat dari seluruh tanaman atau bagian daun (hawar=blight),
kematian mendadak dari kuncup yang belum membuka atau pembungaan (blast),
rontoknya buah akibat nekrosis yang meluas (shelling) dan lain-lain.
Nekrosa pada jaringan kayu yang sakit (bleeding).
Hal-hal tersebut merupakan landasan yang mendasar
pentingnya dilakukan praktikum mengenai pengenalan gejala dan tanda penyakit
tanaman khususnya pada tanaman pangan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum pengenalan tanda dan
gejala penyakit tanaman adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui jenis penyakit penting tanaman hortikultura
2. Mengetahui gejala dan tanda penyakit.
II.
METODOLOGI PRAKTIKUM
2.1
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum pengenalan
gejala dan tanda penyakit tanaman pangan adalah alat tulis,mikroskop majemuk,
kaca preparat, jarum pentul, pipet tetes.
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum
pengenalan gejala dan tanda penyakit tanaman pangan adalah air dan bagian
tanaman yang menunjukan gejala.
2.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum pengenalan gejala dan tanda
penyakit tanaman pangan adalah sebagai berikut:
a.Pengamatan Makroskopis
1. Gejala penyakit tanaman yang ada diamati dan digambar.
2. Ditulis nama penyakit dan patogen
penyebabnya.
b. Pengamatan mikroskopis
1. Gejala penyakit diamati di bawah mikroskop.
2.
Diteteskan di atas bagian tanaman yang bergejala lalu dikorek dengan
menggunakan jarum, kemudain air/suspensi tersebut diambil menggunakan pipet
tetes.
3.
Kaca preparat diletakan diatas suspensi tersebut lalu ditutup dengan cover
glass lalu diamati di bawah mikroskop.
4. Diamati bentuk spora atau hifa.
5. Digambar/difoto
III.HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh yaitu sebagai
berikut :
No
|
Gambar
|
Keteranagn
|
1
|
Antraknosa pada Cabai
|
Gejala: Terdapat lingkaran coklat kering,permukaan
cabai menjadi keriput,terdapat serbuk hitam halus di sekitar lingkaran
serangan.
|
2
|
Kerdil
pada Cabai
|
Gejala: Daun menguning, pertumbuhan tidak
normal(kerdil), daun menggulung,taangkai daun antar ruas pendek.
|
3.
|
Kerdil
pada Pisang
|
Gejala: Daun hijau kekuningan, daun tidak bisa
melebar,warna daun pada sekitar tulang daun hijau tua,batang kerdil, akar
pendek.
|
4.
|
Antraknosa
pada Bawang
|
Gejala: terdapat lingkaran coklat kering berwarna
coklat,permukaan yang diserang antraknosa berlubang, terdapat serbuk hitam
halus disekitar lingkaran.
|
5.
|
Antraknosa
pada Lidah Mertua
|
Gejala: Terdapat lingkaran pada daun, lingkaran
berwarna coklat, tepi lingkran bergaris kuning, lingkaran makin lama makin
mengkeriput.
|
6.
|
Kudis
pada Jeruk
|
Gejala: Terdapat bintilan bersambungan dan beraturan
pada kulit buah,berwarna coklat dan membentuk pola tak beraturan.
|
3.2
Pembahasan
1. Antraknosa Pada Tanaman Cabai
Penyakit antraknosa
disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum
gloeosporioides Pens. Cendawan ini bisa menghancurkan panen hingga 20-90%
terutama pada saat musim hujan. Cendawan penyebab penyakit antraknosa atau
patek ini berkembang dengan sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi
yaitu bila lebih dari 80 rH dengan suhu 32o celsius. Semua tahap pertumbuhan
bisa terserang penyakit ini, termasuk tahap pasca panen. Gejala yang tampak
terjadi pada buah yang matang. Buah yang masak ada yang menjadi kecil, terdapat
cekungan melingkar hingga 30 mm. Pusat luka menjadi berwarna coklat, dengan
jaringan di sekitarnya berwarna lebih ringan mengelilingi pusat luka membentuk
cincin konsentris.
Apabila buah yang masih
berwarna hijau terinfeksi, maka gejalanya akan muncul sampai buah tersebut
matang. Infeksi ini disebut dengan istilah laten. Pada biji dapat menimbulkan
kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah
kecambah. Pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke
bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering berwarna
coklat kehitaman(Agrios,1996).
Patogen timbul dari
semenjak pembibitan dan bertahan pada tanaman inang yang lain, seperti tomat,
kentang, terong, mentimun ataupun gulma disekitar pertanaman. Patogen akan
bertambah jumlahnya apabila dilakukan penanaman secara terus menerus tanpa
berganti jenis tanaman. Penyakit muncul dari spora yang dihasilkan pada buah
atau daun tanaman yang sakit. Guyuran air menjadi faktor pendorong penyebaran
spora jamur pada partikel tanah. Suhu optimum agar terjadi infeksi pada buah
yaitu 20-24°C dengan kondisi kelembaban permukaan buah yang cukup. Semakin lama
periode kelembaban permukaan buah, maka semakin besar keparahan penyakit
antraknosa. Buah yang berada dekat dengan permukaan tanah adalah yang paling
mungkin terkena infeksi melalui kontak tanah akibat guyuran hujan atau secara
langsung. Agen hayati yang sering
digunakan untuk mengendalikan antraknosa adalah Actinoplanes, Alcaligenes,
Agrobacterium Amorphospongarium, athrobacter dll(Martoredjo,1989).
2. Penyakit
Kerdil Pada Tanaman Cabai
Penyakit kuning keriting cabai yang disebabkan oleh
geminivirus merupakan penyakit utama tanaman cabai di Indonesia sejak tahun
1999 dan tahun 2000 sudah terjadi epidemi penyakit ini. Terjadinya epidemi
diduga sangat berhubungan dengan aktifitas serangga vektornya, kutu kebul
(Bemicia tabaci Genn). Hubungan virus dengan vektornya ditentukan berdasarkan
efisiensi penularan, (1) periode makan akuisisi, (2) periode makan inokulasi
dan (3) jumlah serangga untuk penularan. Serangga vektor B. tabaci merupakan
vektor yang sangat efektif, karena hanya dengan satu ekor vektor yang
viruliferus telah dapat menularkan virus penyebab penyakit kuning keriting
cabai. Serangga vektor B. tabaci biotipe non B asal Bogor, dan Pesisir Selatan sudah
mampu menularkan virus setelah 15 menit melakukan akuisisi, dan inokulasi.
Periode akuisisi dan inokulasi yang optimal untuk menularkan virus adalah 6-12
jam. Efektifitas penularan virus oleh serangga vektor ditentukan oleh strain
geminivirus. B. tabaci dari lokasi yang sama dengan strain geminivirus akan
lebih efektif menularkan geminivirus di bandingkan dengan strain geminivirus
asal lokasi geografis yang berbeda. Efektifitas penularan akan meningkat dengan
bertambahnya waktu akuisisi, inokulasi dan jumlah serangga vektor.
Tanaman yang terserang gemini virus secara umum gejala-gejala yang dapat
diamati adalah helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun
pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun
menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari geminivirus menyebabkan
daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak
berbuah. Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100%
terserang tidak menghasilkan buah sama sekali.
Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sebagai berikut:
• Tipe -1. Gejala diawali dengan pucuk mengkerut cekung berwarna mosaik
hijau pucat, pertumbuhan terhambat, daun mengkerut dan menebal disertai
tonjolan berwarna hijau tua.
• Tipe-2. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda,
gejala berlanjut pada hampir seluruh daun menjadi bulai.
• Tipe-3. Gejala awal urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau
kuning sehingga tampak seperti jala, gejala berlanjut menjadi belang kuning,
sedangkan bentuk daun tidak banyak berubah.
• Tipe-4. Gejala awal daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna
mosaik ringan, gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah,
bentuk daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, serta pertumbuhan
terhambat.
Penyakit yang disebabkan oleh virus gemini tidak ditularkan karena tanaman
bersinggungan atau terbawa benih. Di lapangan virus ditularkan oleh kutu kebul
Bemisia tabaci atau Bemisia argentifolia. Kutu kebul dewasa yang mengandung
virus dapat menularkan virus selama hidupnya pada waktu dia makan pada tanaman
sehat. Satu kutu kebul cukup untuk menularkan virus. Efisiensi penularan
meningkat dengan bertambahnya jumlah serangga per tanaman. Sifat kutu kebul
yang mampu makan pada banyak jenis tanaman (polifagus) menyebabkan virus ini
menyebar dan menular lebih luas berbagai jenis tanaman. Selain itu, virus
gemini memiliki tanaman inang yang luas dari berbagai tanaman seperti:
ageratum, kacang buncis, kedelai, tomat, tembakau, dll(Sinaga,2006).
3. Antraknosa Pada
Lidah Mertua
enyebab penyakit antraknosa pada tanaman sansevieria
adalah Colletotrichum sansevieriae.
Colletotrichum sansevieriae sebelumnya dilaporkan menyebabkan penyakit
antraknosa pada tanaman Sansevieria di Jepang (Nakamura et al., 2006). Tanaman yang terinfeksi mengembangkan lesi
besar pada daun yang terserang, yang pada akhirnya menyatu untuk menutupi besar
proporsi daun yang terserang. Beberapa
kasus penting yang dilaporkan tentang penyakit ini yaitu selama bulan Agustus
2010, beberapa pembibitan lokal menyerahkankan sampel Sansevieria trifasciata
ke Perpanjangan Klinik Diagnostik Tanaman Florida di Homestead terdapat
pemeriksaan lebih dekat dari lesi matang mengungkapkan banyak acervuli hitam
kecoklatan yang diproduksi di lingkaran konsentris, yang merupakan
karakteristik dari antraknos. Jamur yang
diidentifikasi sebagai Colletotrichum sansevieriae.
Tanaman ini sangat rentan terhadap penyakit baru
karena begitu banyak propagul datang dari situs lepas pantai. Ketika dikirim ke Amerika Serikat tanaman ini
bisa menyimpan patogen tumbuhan berbahaya, seperti Colletotrichum sansevieriae,
atau Sansevieria antraknosa. Patogen ini
lebih spesifik untuk Sansevieria dan tidak akan menginfeksi tanaman lainnya. Penyakit ini pertama kali muncul sebagai bintik-bintik
cokelat kecil yang sering tampak direndam air.
Sebagai penyakit berlangsung bintik-bintik coklat tersebut akan menjadi
semakin lebih besar dan memiliki kemampuan untuk benar-benar meregangkan di
seluruh daun. Infeksi dimulai dari ujung
dan berkembang kebawah daun. Kedua daun
muda dan dewasa ditemukan terpengaruh.
Pengeringan lengkap daun diamati ketika gejala lanjut penyakit. Pemeriksaan lebih dekat dari lesi matang
mengungkapkan adanya acervuli hitam kecoklatan yang menjadi karakteristik Colletotrichum
sp. Penelitian lebih lanjut dari
karakteristik morfologi mengidentifikasi penyebabnya adalah Colletotrichum
sansevieriae(Tjahjadi,1989).
4. Kerdil
Pada Pisang
Penyakit kerdil pisang disebabkan oleh ‘Banana Bunchy Top Virus’ (BBTV).
Gejala awal ditandai oleh adanya gejala hijau gelap bergaris pada tangkai dan
tulang daun menyerupai sandi morse. Pada lembaran daun di dekat ibu tulang daun
terdapat bercak/garis bengkok hijau gelap. Ketika tanaman semakin tua,
pertumbuhan daun menjadi terhambat, berukuran kecil, kaku dan mengarah ke atas,
tanaman menjadi kerdil. Penyakit ini disebabkan oleh virus. Penularannya
melalui vektor Pentalonia negronervosacoq. Gejalanya adalah daun muda tampak
lebih tegak, pendek, lebih sempit dan tangkainya lebih pendek dari yang normal,
daun menguning sepanjang tepi lalu mengering, daun menjadi rapuh dan mudah
patah, Tanaman terlambat pertumbuhannya dan daun-daun membentuk roset pada
ujung batang palsunya. Pengendalian dilakukan dengan menanam bibit yang sehat
dan sanitasi kebun dengan membersihkan tanaman inang seperti abaca (Musa
textiles),Heliconia spp danCanna spp, pembongkaran rumpun sakit, lalu dipotong
kecil-kecil agar tidak ada tunas yang hidup. Cara lain adalah dengan
menggunakan insektisida sistemik untuk mengendalikan vektor terutama di
pesemaian.
Penyakit secara lokal ditularkan oleh kutu daun (Pentalonia negronervosa)
yang tersebar pada tanaman sakit maupun pada tanaman sehat. Kutu ini biasanya
tampak pada pangkal batang semu di permukaan tanah, diantara pelepah daun, juga
pada anakan muda yang baru muncul di permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan
yang cocok, kutu daun juga ditemukan pada puncakbatang semu, berkelompok di
sekitar leher daun dan pangkal tangkai daun. Embun madu yang dihasilkan kutu
akan menarik semut untuk datang, sehingga kehadiran semut merupakan awal
terdapatnya kutu daun. Penyebaran jarak jauh biasanya terjadi melalui
perpindahan bibit.
Gejala bervariasi dan timbul pada bermacam-macam umur tanaman. Pada pangkal
daun kedua atau ketiga, apabila dilihat permukaan bawahnya dengan cahaya
tembus, akan tampak adanya garis-garis hijau tua sempit yang terputus-putus.
Pada punggung tangkai daun sering terdapat garir-garis hijau tua. Kadang-kadang
tulang daun menjadi jernih sebagai gejala pertama terjadinya infeksi.
Selanjutnya daun muda lebih tegak, pendek, sempit dengan tangkai yang lebih
pendek dari biasanya, menguning sepanjang tepinya, dan mengering. Daun menjadi
rapuh dan mudah patah. Tanaman terhambat pertumbuhannya dan daun-daun membentuk
roset pada ujung batang palsu.
Morfologi dan daur hidup dikenal sebagai Bunchy Top Virus atau Banana Virus
1. Sampai sekarang sifat virus tersebut belum diketahui dan belum dapat
dimurnikan. Mudah disebarkan melalui bahan tanaman dan kutu daun. Tidak dapat
ditularkan melalui alat pertanian atau cairan tanaman sakit.
Perkembangan pernyakit dibantu oleh hujan, suhu tinggi, kesuburan tanah dan
keadaan yang terlindung. Di dataran tinggi penularan penyakit oleh vektornya
lebih baik. Di Indonesia penyakit ini tersebar di Lampung, Jawa, Bali,
Kalimantan Barat, Jayapura, dan semua negara penghasil pisang(Tjahjadi,1989).
5.
Antraknosa pada Bawang
Antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides merupakan
penyakit penting pada bawang merah. Epidemiologi penyakit ini belum banyak
diteliti. Penelitian epidemiologi antraknosa bertujuan untuk mempelajari agihan
penyakit di sentra produksi bawang merah, tempat dan lama patogen bertahan,
keragaman patogenisitas dan genetiknya, pengaruh unsur-unsur iklim, pemencaran
penyakit, dan pengaruh waktu tanam terhadap perkembangan penyakit di lapangan
Untuk mengetahui agihan penyakit dilakukan survai pada bulan Februari 1990
(pendahuluan), Desember 1990 dan Desember 1992 di sentra produksi bawang merah
di Jawa dan Madura. Insidensi penyakit dicatat secara langsung dari pertanaman
yang dikunjungi. Tempat dan lama patogen bertahan dipelajari di laboratorium
Sub Balai Penelitian Hortikultura Segunung. Pemeriksaan adanya badan buah C.
gloeosporioides pada umbi lapis dilakukan atas contoh-contoh yang diambil dari
Kebun Percobaan Kramat, Tegal. Isolasi patogen secara berkala dilakukan dari
daun sakit pada medium PDA. Pelacakan tumbuhan hang pengganti untuk C gloeos.
porioides dilakukan dengan menginokulasi gulma utama pada ekosistem bawang
merah termasuk padi dan cabai. Di dalam tanah dan air, viabilitas spora
dipelajari dengan cara menginokulasinya dengan suspensi spora, lalu mengisolasinya
secara berkala pada medium Martin. Malisis antraknosa dilakukan pula dengan
cara mengoleskan suspensi tanah pada kultivar bawang merah yang rentan. Telaah
virulensi isolat C. gloeosporioides dilakukan terhadap bawang merah ( 3
varietas), bawang daun.
Gejala serangan dapat dilihat secara fisiologis,
tanaman mati serentak secara cepat. Serangan awal ditandai adanya gejala bercak
putih pada daun, selanjutnya akan terbentuk lekukan ke dalam (invaginasi),
berlubang dan patah karena terkuai tepat pada bercak tersebut. Jika serangan
berlanjut akan membentuk koloni konidia berwarna merah muda, lalu berubah
menjadi cokelat tua, dan akhirnya menjadi kehitaman. Umbi akan membusuk serta
daun mengering (Sumartini,2010).
6. Kudis
Pada Jeruk
Penyakit kudis pada tanaman jeruk umumnya
disebabkan oleh jamur Sphaceloma fawceti,
penyakit ini menyerang pada bagian yg diserang adalah daun, tangkai atau buah.
Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini adalah bercak kecil jernih yg berubah
menjadi gabus berwarna kuning atau oranye. Penyakit kudis pada tanaman jeruk
dapat dikendalikan dengan cara pemangkasan teratur untuk memperlancar masuknya
sinar matahari pada bagia-bagia buah yang tertutupi oleh daun(Semangun, 1996).
IV.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali
ini adalah sebagai berikut:
1.Penyakit
tanaman sangat mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman budidaya sehingga
menyebabkan hasil yang tidak maksimal.
2.
Gejala penyakit tanaman bermacam-macam jika tidak paham akan mengira gejala
awal suatu penyakit akan sama dengan penyakit yang lain.
3.Jika
diketahui penyakit maka akan diketahui pestisida dengan bahan aktif yang tepat
dalam pengendalian.
4.Penyakit
disebabkan oleh virus,jamur dan bakteri.
5.Patogen
suatu penyakit dapat dicegah dengan metode tertentu sebelum terjadi serangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agrios,
G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan.
Gajah Mada University.
Yogyakarta.
Martoredjo, T, 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian Dari
Perlindungan Tanaman. Andi Offset.Yogyakarta.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu
Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Sinaga, Meity Suradji. 2006. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sumartini,2010. Penyakit karat daun kopi.Balai penelitian
kacang-kacangan. Malang.
Tjahjadi, Nur. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman.Kanisius.Palembang.
LAMPIRAN
No comments:
Post a Comment