Tuesday 27 September 2016

Laporan PENGENALAN GEJALA DAN TANDA PENYAKIT



PENGENALAN GEJALA DAN TANDA PENYAKIT
(Tanaman Hortikultura)
(Laporan Praktikum Bioekologi Penyakit Tumbuhan)









Oleh
Nasrulloh Zein Maksum
1414121162
Kelompok 5














LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015


I.  PENDAHULUAN



1.1   Latar Belakang
Tanaman merupakan suatu tumbuhan yang sengaja dibudidayakan oleh manusia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan demi keberlangsungan hidupnya.  Manusia membudidayakan tumbuhan tidak hanya satu jenis, tetapi terdapat banyak jenis tumbuhan.   Contohnya yaitu kopi, padi, sawi, pisang, karet dan lain-lain.  Tanaman tidak akan pernah lepas dari pada suatu penyakit, penyakit itu sendiri mempunyai bermacam-macam sifat dan dampak yang ditimbulkan. Gejala adalah keadaan penyakit yang merupakan perwujudan dari reaksi fisiologis dari tanaman terhadap kegiatan yang bersifat merusak yang disebabkan pathogen.  Setiap penyakit pada tanaman tertentu akan memberikan gejala khusus, yang biasanya timbul dalam suatu rangkaian selama terjadinya penyakit.  Gejala yang dapat diamati secara langsung disebut juga gejala morfologis.  Gejala ini dapat dilihat dengan mata tanpa bantuan alat, atau juga dapat dirasa, dibaui, diraba.  Sedangkan gejala yang hanya diamati dengan bantuan alat seperti mikroskop disebut sebagai gejala histologist.

Penyebab penyakit dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu biotik atau parasit dan abiotik atau non parasit. Biotik yaitu penyebab penyakit yang sifatnya menular atau infeksius, msalnya jamur, bakteri, nematoda, mycoplasma dan tanaman tinggi parasitik. Abiotik yaitu penyebab penyakit yang sifatnya tidak menular atau non infeksius. Penyakit-penyakit karena penyebab abiotik sering disebut penyakit fisiologis/fisiogenis, sedangkan patogennya disebut fisiopath. Fisiopath tersebut antara lain kondisi cuaca yang tidak menguntungkan, kondisi tanah yang kurang baik, dan kerusakan karena mekanik dan zat-zat kimia.

Gejala morfologis ada tiga macam yaitu: nekrosa, hipoplasia, hyperplasia. Nekrosa adalah gejala penyakit yang disebabkan oleh protoplas yang diikuti oleh kematian  sel jaringan, organ dan seluruh tanaman. Gejala nekrotik yang timbul

sebelum kematian protoplas disebut plesionekrotik. Ada tiga gejala yang termasuk dalam plesionekrotik yaitu menguning (yellowing), layu (wilting), dan hidrosis (adanya jaringan yang Nampak bening). Gejala nekrotik yang ada setelah kematian protoplas disebut holonekrotik. Gejala holonekrotik dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan tempat terjadinya, yaitu pada organ bahan penyimpanan (buah, biji, umbi dan akar). Pembusukan yang terjadi bersifat lunak atau basah disebut gejala bocor (leak), sedangkan yang kering disebut mumifikasi. Nekrosa pada jaringan tanaman yang hijau misalnya rebah kecambah (damping off), bercak (spot), bintik kecil (fleck), nekrotik pada batang dan tulang daun ( streak), nekrosa tanpa batas yang jelas karena kematian yang cepat dari seluruh tanaman atau bagian daun (hawar=blight), kematian mendadak dari kuncup yang belum membuka atau pembungaan (blast), rontoknya buah akibat nekrosis yang meluas (shelling) dan lain-lain. Nekrosa pada jaringan kayu yang sakit (bleeding).

Hal-hal tersebut merupakan landasan yang mendasar pentingnya dilakukan praktikum mengenai pengenalan gejala dan tanda penyakit tanaman khususnya pada tanaman pangan.


1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum pengenalan tanda dan gejala penyakit tanaman adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui jenis penyakit penting tanaman hortikultura
2. Mengetahui gejala dan tanda penyakit.



II. METODOLOGI PRAKTIKUM


2.1 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum pengenalan gejala dan tanda penyakit tanaman pangan adalah alat tulis,mikroskop majemuk, kaca preparat, jarum pentul, pipet tetes.
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum pengenalan gejala dan tanda penyakit tanaman pangan adalah air dan bagian tanaman yang menunjukan gejala.

2.2  Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan pada  praktikum pengenalan gejala dan tanda penyakit tanaman pangan adalah sebagai berikut:
a.Pengamatan Makroskopis
1. Gejala penyakit tanaman yang ada diamati dan digambar.
2. Ditulis nama penyakit dan  patogen  penyebabnya.

b. Pengamatan mikroskopis
1. Gejala penyakit diamati di bawah mikroskop.
2. Diteteskan di atas bagian tanaman yang bergejala lalu dikorek dengan menggunakan jarum, kemudain air/suspensi tersebut diambil menggunakan pipet tetes.
3. Kaca preparat diletakan diatas suspensi tersebut lalu ditutup dengan cover glass lalu diamati di bawah mikroskop.
4. Diamati bentuk spora atau hifa.
5. Digambar/difoto

III.HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan yang diperoleh yaitu sebagai berikut :
No
Gambar
Keteranagn
1
         Antraknosa pada Cabai
20151021_061134.JPG
Gejala: Terdapat lingkaran coklat kering,permukaan cabai menjadi keriput,terdapat serbuk hitam halus di sekitar lingkaran serangan.
2
Kerdil pada Cabai
Virus pada tanaman cabai.jpg
Gejala: Daun menguning, pertumbuhan tidak normal(kerdil), daun menggulung,taangkai daun antar ruas pendek.
3.
IMG20151021_061216.jpgKerdil pada Pisang
Gejala: Daun hijau kekuningan, daun tidak bisa melebar,warna daun pada sekitar tulang daun hijau tua,batang kerdil, akar pendek.
4.
IMG20151021_060317.jpgAntraknosa pada Bawang

Gejala: terdapat lingkaran coklat kering berwarna coklat,permukaan yang diserang antraknosa berlubang, terdapat serbuk hitam halus disekitar lingkaran.

5.
Antraknosa pada Lidah Mertua
antrak.jpg
Gejala: Terdapat lingkaran pada daun, lingkaran berwarna coklat, tepi lingkran bergaris kuning, lingkaran makin lama makin mengkeriput.
6.
Kudis pada Jeruk
kudis jeruk.jpg
Gejala: Terdapat bintilan bersambungan dan beraturan pada kulit buah,berwarna coklat dan membentuk pola tak beraturan.



3.2 Pembahasan

1.  Antraknosa Pada Tanaman Cabai
Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides Pens. Cendawan ini bisa menghancurkan panen hingga 20-90% terutama pada saat musim hujan. Cendawan penyebab penyakit antraknosa atau patek ini berkembang dengan sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 rH dengan suhu 32o celsius. Semua tahap pertumbuhan bisa terserang penyakit ini, termasuk tahap pasca panen. Gejala yang tampak terjadi pada buah yang matang. Buah yang masak ada yang menjadi kecil, terdapat cekungan melingkar hingga 30 mm. Pusat luka menjadi berwarna coklat, dengan jaringan di sekitarnya berwarna lebih ringan mengelilingi pusat luka membentuk cincin konsentris.

Apabila buah yang masih berwarna hijau terinfeksi, maka gejalanya akan muncul sampai buah tersebut matang. Infeksi ini disebut dengan istilah laten. Pada biji dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering berwarna coklat kehitaman(Agrios,1996).

Patogen timbul dari semenjak pembibitan dan bertahan pada tanaman inang yang lain, seperti tomat, kentang, terong, mentimun ataupun gulma disekitar pertanaman. Patogen akan bertambah jumlahnya apabila dilakukan penanaman secara terus menerus tanpa berganti jenis tanaman. Penyakit muncul dari spora yang dihasilkan pada buah atau daun tanaman yang sakit. Guyuran air menjadi faktor pendorong penyebaran spora jamur pada partikel tanah. Suhu optimum agar terjadi infeksi pada buah yaitu 20-24°C dengan kondisi kelembaban permukaan buah yang cukup. Semakin lama periode kelembaban permukaan buah, maka semakin besar keparahan penyakit antraknosa. Buah yang berada dekat dengan permukaan tanah adalah yang paling mungkin terkena infeksi melalui kontak tanah akibat guyuran hujan atau secara langsung.  Agen hayati yang sering digunakan untuk mengendalikan antraknosa adalah Actinoplanes, Alcaligenes, Agrobacterium Amorphospongarium, athrobacter dll(Martoredjo,1989).     

2.  Penyakit Kerdil Pada Tanaman Cabai
Penyakit kuning keriting cabai yang disebabkan oleh geminivirus merupakan penyakit utama tanaman cabai di Indonesia sejak tahun 1999 dan tahun 2000 sudah terjadi epidemi penyakit ini. Terjadinya epidemi diduga sangat berhubungan dengan aktifitas serangga vektornya, kutu kebul (Bemicia tabaci Genn). Hubungan virus dengan vektornya ditentukan berdasarkan efisiensi penularan, (1) periode makan akuisisi, (2) periode makan inokulasi dan (3) jumlah serangga untuk penularan. Serangga vektor B. tabaci merupakan vektor yang sangat efektif, karena hanya dengan satu ekor vektor yang viruliferus telah dapat menularkan virus penyebab penyakit kuning keriting cabai. Serangga vektor B. tabaci biotipe non B asal Bogor, dan Pesisir Selatan sudah mampu menularkan virus setelah 15 menit melakukan akuisisi, dan inokulasi. Periode akuisisi dan inokulasi yang optimal untuk menularkan virus adalah 6-12 jam. Efektifitas penularan virus oleh serangga vektor ditentukan oleh strain geminivirus. B. tabaci dari lokasi yang sama dengan strain geminivirus akan lebih efektif menularkan geminivirus di bandingkan dengan strain geminivirus asal lokasi geografis yang berbeda. Efektifitas penularan akan meningkat dengan bertambahnya waktu akuisisi, inokulasi dan jumlah serangga vektor.
Tanaman yang terserang gemini virus secara umum gejala-gejala yang dapat diamati adalah helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari geminivirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah. Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100% terserang tidak menghasilkan buah sama sekali.
Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sebagai berikut:
• Tipe -1. Gejala diawali dengan pucuk mengkerut cekung berwarna mosaik hijau pucat, pertumbuhan terhambat, daun mengkerut dan menebal disertai tonjolan berwarna hijau tua.
• Tipe-2. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda, gejala berlanjut pada hampir seluruh daun menjadi bulai.
• Tipe-3. Gejala awal urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau kuning sehingga tampak seperti jala, gejala berlanjut menjadi belang kuning, sedangkan bentuk daun tidak banyak berubah.
• Tipe-4. Gejala awal daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan, gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah, bentuk daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, serta pertumbuhan terhambat.

Penyakit yang disebabkan oleh virus gemini tidak ditularkan karena tanaman bersinggungan atau terbawa benih. Di lapangan virus ditularkan oleh kutu kebul Bemisia tabaci atau Bemisia argentifolia. Kutu kebul dewasa yang mengandung virus dapat menularkan virus selama hidupnya pada waktu dia makan pada tanaman sehat. Satu kutu kebul cukup untuk menularkan virus. Efisiensi penularan meningkat dengan bertambahnya jumlah serangga per tanaman. Sifat kutu kebul yang mampu makan pada banyak jenis tanaman (polifagus) menyebabkan virus ini menyebar dan menular lebih luas berbagai jenis tanaman. Selain itu, virus gemini memiliki tanaman inang yang luas dari berbagai tanaman seperti: ageratum, kacang buncis, kedelai, tomat, tembakau, dll(Sinaga,2006).


3.  Antraknosa Pada Lidah Mertua
enyebab penyakit antraknosa pada tanaman sansevieria adalah Colletotrichum sansevieriae.  Colletotrichum sansevieriae sebelumnya dilaporkan menyebabkan penyakit antraknosa pada tanaman Sansevieria di Jepang (Nakamura et al., 2006).  Tanaman yang terinfeksi mengembangkan lesi besar pada daun yang terserang, yang pada akhirnya menyatu untuk menutupi besar proporsi daun yang terserang.  Beberapa kasus penting yang dilaporkan tentang penyakit ini yaitu selama bulan Agustus 2010, beberapa pembibitan lokal menyerahkankan sampel Sansevieria trifasciata ke Perpanjangan Klinik Diagnostik Tanaman Florida di Homestead terdapat pemeriksaan lebih dekat dari lesi matang mengungkapkan banyak acervuli hitam kecoklatan yang diproduksi di lingkaran konsentris, yang merupakan karakteristik dari antraknos.  Jamur yang diidentifikasi sebagai Colletotrichum sansevieriae.

Tanaman ini sangat rentan terhadap penyakit baru karena begitu banyak propagul datang dari situs lepas pantai.  Ketika dikirim ke Amerika Serikat tanaman ini bisa menyimpan patogen tumbuhan berbahaya, seperti Colletotrichum sansevieriae, atau Sansevieria antraknosa.  Patogen ini lebih spesifik untuk Sansevieria dan tidak akan menginfeksi tanaman lainnya.  Penyakit ini pertama kali muncul sebagai bintik-bintik cokelat kecil yang sering tampak direndam air.  Sebagai penyakit berlangsung bintik-bintik coklat tersebut akan menjadi semakin lebih besar dan memiliki kemampuan untuk benar-benar meregangkan di seluruh daun.  Infeksi dimulai dari ujung dan berkembang kebawah daun.  Kedua daun muda dan dewasa ditemukan terpengaruh.  Pengeringan lengkap daun diamati ketika gejala lanjut penyakit.  Pemeriksaan lebih dekat dari lesi matang mengungkapkan adanya acervuli hitam kecoklatan yang menjadi karakteristik Colletotrichum sp.  Penelitian lebih lanjut dari karakteristik morfologi mengidentifikasi penyebabnya adalah Colletotrichum sansevieriae(Tjahjadi,1989).
4.  Kerdil Pada Pisang

Penyakit kerdil pisang disebabkan oleh ‘Banana Bunchy Top Virus’ (BBTV). Gejala awal ditandai oleh adanya gejala hijau gelap bergaris pada tangkai dan tulang daun menyerupai sandi morse. Pada lembaran daun di dekat ibu tulang daun terdapat bercak/garis bengkok hijau gelap. Ketika tanaman semakin tua, pertumbuhan daun menjadi terhambat, berukuran kecil, kaku dan mengarah ke atas, tanaman menjadi kerdil. Penyakit ini disebabkan oleh virus. Penularannya melalui vektor Pentalonia negronervosacoq. Gejalanya adalah daun muda tampak lebih tegak, pendek, lebih sempit dan tangkainya lebih pendek dari yang normal, daun menguning sepanjang tepi lalu mengering, daun menjadi rapuh dan mudah patah, Tanaman terlambat pertumbuhannya dan daun-daun membentuk roset pada ujung batang palsunya. Pengendalian dilakukan dengan menanam bibit yang sehat dan sanitasi kebun dengan membersihkan tanaman inang seperti abaca (Musa textiles),Heliconia spp danCanna spp, pembongkaran rumpun sakit, lalu dipotong kecil-kecil agar tidak ada tunas yang hidup. Cara lain adalah dengan menggunakan insektisida sistemik untuk mengendalikan vektor terutama di pesemaian.

Penyakit secara lokal ditularkan oleh kutu daun (Pentalonia negronervosa) yang tersebar pada tanaman sakit maupun pada tanaman sehat. Kutu ini biasanya tampak pada pangkal batang semu di permukaan tanah, diantara pelepah daun, juga pada anakan muda yang baru muncul di permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan yang cocok, kutu daun juga ditemukan pada puncakbatang semu, berkelompok di sekitar leher daun dan pangkal tangkai daun. Embun madu yang dihasilkan kutu akan menarik semut untuk datang, sehingga kehadiran semut merupakan awal terdapatnya kutu daun. Penyebaran jarak jauh biasanya terjadi melalui
perpindahan bibit.

Gejala bervariasi dan timbul pada bermacam-macam umur tanaman. Pada pangkal daun kedua atau ketiga, apabila dilihat permukaan bawahnya dengan cahaya tembus, akan tampak adanya garis-garis hijau tua sempit yang terputus-putus. Pada punggung tangkai daun sering terdapat garir-garis hijau tua. Kadang-kadang tulang daun menjadi jernih sebagai gejala pertama terjadinya infeksi.
Selanjutnya daun muda lebih tegak, pendek, sempit dengan tangkai yang lebih pendek dari biasanya, menguning sepanjang tepinya, dan mengering. Daun menjadi rapuh dan mudah patah. Tanaman terhambat pertumbuhannya dan daun-daun membentuk roset pada ujung batang palsu.

Morfologi dan daur hidup dikenal sebagai Bunchy Top Virus atau Banana Virus 1. Sampai sekarang sifat virus tersebut belum diketahui dan belum dapat dimurnikan. Mudah disebarkan melalui bahan tanaman dan kutu daun. Tidak dapat ditularkan melalui alat pertanian atau cairan tanaman sakit.
Perkembangan pernyakit dibantu oleh hujan, suhu tinggi, kesuburan tanah dan keadaan yang terlindung. Di dataran tinggi penularan penyakit oleh vektornya lebih baik. Di Indonesia penyakit ini tersebar di Lampung, Jawa, Bali, Kalimantan Barat, Jayapura, dan semua negara penghasil pisang(Tjahjadi,1989).


5. Antraknosa pada Bawang

Antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides merupakan penyakit penting pada bawang merah. Epidemiologi penyakit ini belum banyak diteliti. Penelitian epidemiologi antraknosa bertujuan untuk mempelajari agihan penyakit di sentra produksi bawang merah, tempat dan lama patogen bertahan, keragaman patogenisitas dan genetiknya, pengaruh unsur-unsur iklim, pemencaran penyakit, dan pengaruh waktu tanam terhadap perkembangan penyakit di lapangan Untuk mengetahui agihan penyakit dilakukan survai pada bulan Februari 1990 (pendahuluan), Desember 1990 dan Desember 1992 di sentra produksi bawang merah di Jawa dan Madura. Insidensi penyakit dicatat secara langsung dari pertanaman yang dikunjungi. Tempat dan lama patogen bertahan dipelajari di laboratorium Sub Balai Penelitian Hortikultura Segunung. Pemeriksaan adanya badan buah C. gloeosporioides pada umbi lapis dilakukan atas contoh-contoh yang diambil dari Kebun Percobaan Kramat, Tegal. Isolasi patogen secara berkala dilakukan dari daun sakit pada medium PDA. Pelacakan tumbuhan hang pengganti untuk C gloeos. porioides dilakukan dengan menginokulasi gulma utama pada ekosistem bawang merah termasuk padi dan cabai. Di dalam tanah dan air, viabilitas spora dipelajari dengan cara menginokulasinya dengan suspensi spora, lalu mengisolasinya secara berkala pada medium Martin. Malisis antraknosa dilakukan pula dengan cara mengoleskan suspensi tanah pada kultivar bawang merah yang rentan. Telaah virulensi isolat C. gloeosporioides dilakukan terhadap bawang merah ( 3 varietas), bawang daun.

Gejala serangan dapat dilihat secara fisiologis, tanaman mati serentak secara cepat. Serangan awal ditandai adanya gejala bercak putih pada daun, selanjutnya akan terbentuk lekukan ke dalam (invaginasi), berlubang dan patah karena terkuai tepat pada bercak tersebut. Jika serangan berlanjut akan membentuk koloni konidia berwarna merah muda, lalu berubah menjadi cokelat tua, dan akhirnya menjadi kehitaman. Umbi akan membusuk serta daun mengering (Sumartini,2010).


6.  Kudis Pada Jeruk

Penyakit kudis pada tanaman jeruk umumnya disebabkan oleh jamur Sphaceloma fawceti, penyakit ini menyerang pada bagian yg diserang adalah daun, tangkai atau buah. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini adalah bercak kecil jernih yg berubah menjadi gabus berwarna kuning atau oranye. Penyakit kudis pada tanaman jeruk dapat dikendalikan dengan cara pemangkasan teratur untuk memperlancar masuknya sinar matahari pada bagia-bagia buah yang tertutupi oleh daun(Semangun, 1996).

IV. KESIMPULAN



Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.Penyakit tanaman sangat mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman budidaya sehingga menyebabkan hasil yang tidak maksimal.
2. Gejala penyakit tanaman bermacam-macam jika tidak paham akan mengira gejala awal suatu penyakit akan sama dengan penyakit yang lain.
3.Jika diketahui penyakit maka akan diketahui pestisida dengan bahan aktif yang tepat dalam pengendalian.
4.Penyakit disebabkan oleh virus,jamur dan bakteri.
5.Patogen suatu penyakit dapat dicegah dengan metode tertentu sebelum terjadi serangan.



DAFTAR PUSTAKA


Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University.
Yogyakarta.

Martoredjo, T, 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian Dari Perlindungan Tanaman. Andi Offset.Yogyakarta.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sinaga, Meity Suradji. 2006. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumartini,2010. Penyakit karat daun kopi.Balai penelitian kacang-kacangan. Malang.

Tjahjadi, Nur. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman.Kanisius.Palembang.













LAMPIRAN

No comments:

Post a Comment